This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Friday, December 27, 2024

Khutbah Jumat Begitu Cepat Waktu Berlalu

 

Ust. Suliadi, MA

Begitu Cepat Waktu Berlalu.

إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ

أَشْهَدُ أَنْ لَاۧ إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ . اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلٰى مَحَمَّدِ نِالْمُجْتَبٰى، وَعَلٰى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَهْلِ التُّقٰى وَالْوَفٰى. أَمَّا بَعْدُ فَيَاأَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ! أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ فَقَدْ فَازَ مَنِ اتَّقَى فَقَالَ اللهُ تَعَالٰى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

Ma’asyiral Muslimin, jemaah masjid yang dimuliakan Allah.

Pertama-tama, marilah kita senantiasa meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah Ta’ala. Karena dengan ketakwaan inilah, kita bisa meraih rida Allah swt dan dengannya pula kita akan mendapatkan kehidupan yang mulia. Orang yang bertakwa dilabeli oleh Allah  sebagai makhluk-Nya yang terbaik. Allah Ta’ala berfirman,

اِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ اُولٰۤىِٕكَ هُمْ خَيْرُ الْبَرِيَّةِۗ

“Sungguh, orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk.” (QS. Al-Bayyinah: 7)

Sungguh, waktu ini sangatlah cepat berlalu. Rasanya belum lama kita berada di tahun 2024 Masehi. Namun, ternyata tahun 2024 Masehi sudah hampir usai dan tak akan kembali. Itu juga bermakna berlalu juga semua kesempatan ibadah di dalamnya. Setahun terasa sebulan, sebulan seperti seminggu, dan semiggu kayaknya sehari. Sungguh, waktu sangatlah cepat berlalu, dan itu tidaklah mengherankan, karena cepatnya waktu adalah salah satu ciri kehidupan di akhir zaman, sebagai salah satu tanda-tanda kecil dekatnya hari kiamat sebagaimana yang pernah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam Sabdakan,

لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يَتَقَارَبَ الزَّمَانُ فَتَكُونَ السَّنَةُ كَالشَّهْرِ، وَيَكُونَ الشَّهْرُ كَالْجُمُعَةِ، وَتَكُونَ الْجُمُعَةُ كَالْيَوْمِ، وَيَكُونَ الْيَوْمُ كَالسَّاعَةِ، وَتَكُونَ السَّاعَةُ كَاحْتِرَاقِ السَّعَفَةِ

“Tidak akan terjadi kiamat hingga zaman berdekatan. Setahun bagaikan sebulan. Sebulan bagaikan sepekan. Sepekan bagaikan sehari. Sehari bagaikan sejam. Dan sejam bagaikan terbakarnya pelepah pohon kurma.” (HR. Ahmad)

Ma’asyiral Muslimin, jemaah masjid yang dimuliakan Allah.

Mari kita menyonsong datangnya tahun baru 2025 M, dengan selalu berusaha memanfaatkan waktu-waktu dari sisa usia kita ini dengan sebaik-baiknya, karena waktu dan kesempatan adalah sesuatu yang memiliki nilai sangat berharga dalam kehidupan seorang muslim. Tidak ada seorang pun yang sanggup membeli waktu dan kesempatan. Sungguh ia tetap berjalan, berlalu begitu cepatnya, dan tidak mungkin kembali walau sesaat. Sebagaimana kata orang bijak waktu ada 3 masa lalu adalah kenangan dan penyesalan, masa kini adalah kenyataan dan balasan sedangkan masa mendatang adalah harapan yang mungkin saja tercapai mungkin juga tidak 

Maka, dari itu Islam memandang begitu berharganya waktu. Ia merupakan modal utama seorang muslim dalam mengarungi kehidupan yang singkat ini. Kesempatan yang sudah berlalu tak akan kembali. Maka siapa saja yang menyia-nyiakan waktu dan umurnya, sungguh orang tersebut telah menyia-nyiakan nikmat Allah yang agung tersebut. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam  bersabda:

نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ؛ الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ

Dua kenikmatan yang sering dilupakan oleh kebanyakan manusiayaitu kesehatan dan waktu luang.”(HR. Al-Bukhari No. 5933)

Orang yang merugi adalah ia yang abai terhadap waktu. Orang tersebut ibarat penjual yang menjual barang dagangannya dengan harga yang lebih murah dari semestinya amat merugilah ia, atau ia membelinya dengan harga yang terlampau mahal dari yang seharusnya maka ia boros dan serakah.

Maasyiral muslimin rahimani wa rahimakumullah

Sungguh begitu banyak diantara kita yang mungkin telah lalai terhadap waktu dan kesempatan, bahkan sampai menyia-nyiakannya. Banyak faktor menjadi penyebabnya, di antaranya kurang atau bahkan tidak sadar akan penting dan berharganya waktu yang mereka punya. Atau juga karena sifat malas dan suka menunda-nunda, di mana keduanya menjadi senjata paling berbahaya yang dapat mengakibatkan kesengsaraan dan penyesalan hidup.

Jika kita telaah sirah generasi terbaik umat ini, yaitu generasi sahabat dan setelahnya, kita akan mendapati nilai-nilai keteladanan mereka dalam hal tandzimul wakti (manajemen waktu). Tentunya dengan selalu memiliki motivasi yang sangat tinggi terhadap amal kebaikan sebagaiman sabda Rasulullah Saw.

: عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ «بَادِرُوا بِالْأَعْمَالِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ، يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا، أَوْ يُمْسِي مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا، يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنَ الدُّنْيَا».  [رواه مسلم]


Dari Abu Hurairah RA bahwa Rasulullah bersabda, "Bersegeralah untuk beramal saleh sebelum datang berbagai fitnah seperti potongan-potongan malam yang gelap. Imbasnya, pada pagi hari seseorang masih beriman, namun di sore hari ia menjadi kafir. Atau, pada sore hari ia masih beriman, namun di pagi hari ia menjadi kafir; ia menjual agamanya dengan secuil harta dunia."  

Ibnu Mas‘ud radhiyallahu anhu selalu berkata:

مَا نَدِمْتُ عَلَى شَيْءٍ نَدَمِي عَلَى يَوْمِ غَرَبَتْ شَمْسُهُ نَقَصَ فِيْهِ أَجَلِي، وَلَمْ يَزْدَدْ فِيْهِ عَمَلِي

Tidak ada yang kusesali selain keadaan ketika matahari tenggelam, umurku berkurang, namun amalan baikku tidak bertambah.” (Miftahu al-Afkar)

Maasyiral muslimin jamaah sidang shalat Jumat yang berbahagia

Salah seorang ulama ahli tafsir, Ismail Haqqi al-Khalwati menukilkan perkataan menarik dari salah seorang ulama dalam kitab tafsirnya yang berjudul Ruh al-Bayan fi Tafsir al-Quran jilid 1 halaman 244. Waktu seorang hamba itu ada empat, tidak ada yang kelima; pertama, waktu Ketika mendapat nikmat; kedua, waktu ketika sedang diuji; ketiga, waktu ketika sedang taat; keempat, waktu ketika sedang maksiat.

Pada tiap-tiap waktu tersebut ada hak Allah sebagai Sang Pencipta yang harus tetap dipenuhi oleh setiap hamba.

-      Jika seorang hamba sedang berada di waktu taat, maka ia harus menyadari betul bahwa segala apa yang ada pada dirinya saat itu adalah nikmat dari Allah. Allahlah yang telah membimbingnya untuk taat dan memberinya kekuatan untuk selalu berada di jalan ketaatan.

-      Jika seorang hamba sedang berada di waktu ketika ia mendapat nikmat, maka ia harus terus bersyukur sebagi cara berterimaksih atas anugrah kenikmatan yang allah berikan.

-      Jika seorang seorang berada di waktu maksiat, maka ia harus segera bangkit dari kemaksiatan itu untuk kemudian bertobat dan istighfar sesering mungkin selagi menyesali sungguh allah benci dan murka yang dengan sebabnya Allah turunkan bencana sebagai peringtan keras baginya.

-      Dan jika seorang hamba sedang berada di waktu ketika ia mendapat ujian dari Allah, maka jalan yang harus ia tempuh adalah jalan ridha dan sabar

Karena bagi Allah itu semua menjadi lahan ibadah bagi semua orang dalam berbagai keadaan dalam kehidapnnya, dan dengan sikap-sikap tersebut kita akan menjadi hamba-Nya yang telah taat dan telah tunduk hanya kepada-Nya.

Maasyiral muslimin rahimakumullah

Ketahuilah, sesungguhnya kunci kesuksesan orang-orang terdahulu maupun bagi generasi yang akan datang adalah tidak menunda-nunda dalam beramal kebaikan. Apa yang bisa dikerjakan di hari tersebut mereka kerjakan dengan tidak ditinggalkan untuk dikerjakan esok harinya. Karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi esok hari sebagaimana firman Allah Ta’ala,

وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا

“Tidak ada satu pun jiwa yang mengetahui apa yang akan dia kerjakan besok.” (QS. Luqman: 34)

Oleh karenanya Ibnu Umar RA meriwayatkan sabda Rasulullah, sebagai pengingat  bagi kita semua:

إذَا أَمْسَيْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الصَّبَاحَ، وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ المَسَاءَ، وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ، وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ

Jika kamu berada di sore hari jangan tunggu pagi hari, dan jika kamu berada di pagi hari jangan tunggu sore hari, gunakanlah kesehatanmu untuk (persiapan saat) sakitmu dan waktu hidupmu untuk kematianmu.” (HR. Al-Bukhari No. 5937)

Semoga Allah shubhanahu wata’ala perkenankan hidayah dan taufik-Nya untuk kita semua. Sehingga setiap waktu yang kita lalui betul-betul kita isi untuk kepentingan kemaslahatan dan ditujukan dalam rangka beribadah kepada Allah SWT meskipun dalam keadaan bahagia ataupun susah, sakit ataupun sehat, tua maupun muda, miskin atau kaya, karena hidup ini adalah anugerah dan kesempatan sebelum anugrah dan kesempatan ditutup-Nya melalui pintu kematian setiap hamba-Nya.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ.

 

Thursday, November 7, 2024

Alquran diidamkan Al-Qur'an diabaikan

 

Oleh: Ust. Suliadi, S.Pd.I, M.SI

Keheningan malam berakhir ditandai dengan kokokan Ayam yang bersahutan di waktu fajar, menandakan waktu shubuh akan tiba, sambil melawan ngantuk dengan kelopak mata yang masih berat untuk melihat indahnya dunia di pagi hari seorang mukmin bangun dari dipan tidurnya yang sederhana seraya mengucapkan do’a bangun tidur Alhamduliilahillazi ahyan ba’da amatana wailahinnushur (segala puji bagi allah yang telah menghidupkan kami sesudah mati kami dan kepada-Nyalah kebangkitan hari kiamat). Selepas do’a dipanjatkan semangat bangun pagipun bergelora, Ia segera bergegas mempersiapkan diri untuk memenuhi panggilan Ilahi sebagai wujud ketaatan dan kepatuhannya kepada sang pencipta. Disaat yang berbarengan sayup-sayup suara azan shubuhpun berkumandang saling bersahutan antara satu masjid atau mushola yang ada disekitar tempat tinggalnya.

            Melewati jalan dusun yang beraspal dengan penerangan yang seadannya suasana remang-remangpun terasa, Ia dengan berjalan kaki menuju kemushola guna melaksanakan sholat berjamaah karena memang sholat berjamaah memiliki kelebihan 27 derajat jika dibandingkan sholat sendiri semoga kita selalu dikuatkan untuk melaksanakannya.

Sholat shubuh berjamaah saat itu hanya diikuti oleh 7 (tujuh) orang jamaah pria dengan rata-rata usia 50-an keatas. Seusai sholat shubuh berjamaah mereka berdiskusi ringan sambil menunggu terbitnya matahari.  Celetukan awal diawali oleh seorang jamaah Ia bergumam “ aku bersyukur cucuku yang sekarang kelas 6 sudah bisa membaca Al-qur’an karena mengaji di TPQ dekat rumah”. Agar ada yang mengirimkan kita do’a atau bacaan Al-qur’an. Ia ditimpali oleh jamaah yang lainnya  dengan ucapan “ Saya sebenarnya menginginkan anak saya masuk pondok pesantren agar dapat mengaji dan bisa hukum agama seperti sholat ini yang utama, namun sayang anakku takut karena belum bisa mngaji dan tidak betah tinggal dipondok. Kegelisahan jamaah itu ternyata diaminkan juga oleh seorang jmaaah yang Ia pensiunan PNS dan Juga pernah menjadi kepala sekolah SD Ia mengatakan “zaman ini kalau anak sudah tamat SD dan si anak belum bisa baca Al-qur’an, rasanya sulit dia akan bisa baca Al-quran selanjutnya karena sudah memiliki lingkungan pergaulan yang berbeda orang tua kadang-kadang di lawan” sambil dia menyebutkan nama anak-anak yang belum bisa membaca al-qur’an sebagai contohnya. Jamaah yang lainpun menguatkan dengan ungkapan “ begini keadaan anak-cucu kita saat ini jauh berbeda dengan kita dahulu setiap magrib pergi mengaji di brugak-brugak (gazebo) coba kita lihat di dusun kita ini yang penduduknya padat banyak para alumni pesantren namun yang mengajari anak-anak mengaji hanya di 2 (dua) tempat sambil menyebutkan nama pengajar di dua TPQ tersebut, sungguh kita khawatir dengan generasi muda Islam selanjunnya, berIslam tapi tidak mengetahui ajarannya, BerIslam namun tidak bisa membaca Al-qur’an apalagi dapat memahami dan melaksanakan ajaran-ajaran Al-qur’an yang mulia ini.

Sekelumit, dialog santai di musholla kecil nan sederhana dari 7 jamaah yang berusia lanjut sesudah sholat shubuh itu ternyata bukan curhat biasa, yang hanya merupakan kegelisahan mereka saja ternyata bukan begitu, melainkan merupakan harapan sekaligus kegelisahan semua orang tua muslim yang menginginkan anak-cucunya selalu dekat dengan agama dan Al-qur’an sebagaimana do’a para Nabi (Rabbi habli minassholihin ; “ Ya Allah anugrahkanlah aku anak-cucu yang sholeh”).

Anak sholeh adalah anak yang memiliki akhlak yang baik, taat kepada agama, dan memiliki keimanan yang kuat. Mereka adalah anak-anak yang senantiasa berusaha untuk mengikuti ajaran agama dengan sepenuh hati. Mereka beribadah dengan sungguh-sungguh, menjaga adab dalam berinteraksi dengan sesama, dan selalu berusaha untuk meningkatkan kualitas diri mereka sebagai hamba Allah.

Anak sholeh adalah idaman semua orang tua, namun menjadi anak sholeh bukanlah hal yang mudah. dalam menghadapi godaan dunia yang semakin kompleks dan penuh dengan distraksi, para orang tua kerap kali terjebak kepada dikotomi pemenuhan pendidikan bagi anak-anaknya tanpa penyimbangan yang selaras dan sesuai kebutuhan guna mewujudkan harapan orang tua, hal ini dapat terlihat pada;

-          Seberapa banyak Orang tua sangat gelisah disaat anak-anaknya terlambat pergi les privat, mengikuti kegiatan pengembangan bakat dan minat anak namun seberapa banyak pula orang tua yang risau dan gelisah disaat anak-anaknya tidak pergi mengaji ke Lembaga TPQ atau tempat pengajian lainnya.

-          Seberapa banyak orang tua gelisah dan bahkan malu melihat anak-anak tidak berprestasi namun seberapa banyak pula orang tua yang risau dan gelisah disaat anak-anaknya belum mengetahui adab dan ajaran dasar agamanya.

-          Seberapa banyak orang tua yang rela dan sudi merogoh kantong lebih demi anak-anaknya dapat berkreasi dan pengembangan bakat serta minat anak-anaknya pada kegiatan ekstrakurikuler, ;ife skill namun seberapa banyak juga orang tua yang rela membantu dan rela merogok kantongnya untuk kelencaran kegiatan mengaji anak-anaknya.

-          Seberapa banyak orang tua yang tidak tegaan melihat anak-anaknya bekerja keras, disiplin dan belajar mandiri dibandingkan dengan seberapa banyak orang tua yang meninabobokkan anak-anaknya dalam kenikmatan dan perilaku instan generasi rebahan (gen-Z).

Kerap kali para orang tua saat ini merasa sudah berhasil dan sukses Ketika melihat anak-anaknya berprestasi, pandai dan macho, walaupun anak-anaknya tidak bisa membaca al-qur’an, tidak memahami agama dan selalu sering melalaikan kewajiban sholat lima waktu umpamanya. Kondisi seperti ini mencerminkan adanya disparetas kepentingan dan tujuan dalam mendidik anak. Kondisi inilah yang dapat disematkan sebagai Al-qur’an diidamkan-Al-qur’an ditinggalkan. Karena Rasulullah saw bersabda yang artinya ”barang siapa membiarkan anaknya dalam ketidaktahuan tentang agama, maka seluruh dosa anaknya ditimpakan kepada orang tuanya (dikutip dari kitab Hadis tanqihul Qaul. hal.5).

Kesadaran Ortu adalah kunci

Orang tua akan sengat bangga melihat anak-anaknya selain jago matematimatika tapi juga jago dalam mengaji, orang tua akan merasa bahagia disaat anak-anaknya berprestasi disekolah dan juga berpresatsi dalam bearagama. Orang tua sangat terharu dalam suka cita disaat anak-anaknya berilmu dan juga beradab. Kesadaran orang tua secara mandiri sangat dibutuhkan dalam mengawal Pendidikan anak-anaknya dengan mulai menyeimbangkan layanan pendidikan baik umum dan agama kepada anak-anaknya. Kontrol segala kegiatan anak  baik belajar dan bermain. Berlaku tegas dan berikan tauladan yang baik kepada anak-anak kita karena orang tuanyalah figur utama mereka yang pertama kali mereka kenal.

Pola pengasuhan anak yang sesuai dengan umur anak ternyata sudah dituangkan oleh sayyidina Ali RA yang perlu dilaksanakan oleh para orang tua muslim yang dikenal dengan pola parenting 7x3 ala Ali bin Abi Thalib sesuai tahapan usia.

1.      Usia 0-7 tahun

Pada usia 0 sampai 7 tahun, orang tua baiknya menganggap anak sebagai raja. Artinya, seluruh pendidikan agama anak masih di bawah tanggung jawab orang tua (ayah-ibu). "Dalam arti, semua pendidikan agamanya, umumnya, yang bertanggung jawab adalah oleh orang tua terutama ibunya. Karena madrasah utama adalah seorang ibu," Di usia ini Ibu dan Ayah perlu mengajarkan anak-anak tentang kebesaran Allah serta kecintaan kepada Rasulullah. Dengan catatan, Bunda dan Ayah perlu menjadi teladan bagi mereka."Jadi kita manjakan anak kita, kita berikan pendidikan sesuai dengan syariat kita, yaitu agama Islam. Kita berikan suri tauladan yang baik, tidak hanya sekadar memerintah kepada anak, tetapi orang tuanya dijadikan sebagai suri tauladan.

2.      Usia 8-14 tahun

Di tahapan usia selanjutnya yakni 8 hingga 14 tahun, Ibu dan ayah perlu mengajarkan anak tentang hak dan kewajibannya dalam agama. Hal yang paling penting adalah salat.bahkan orang tua boleh memukul anak jika mereka tidak mau salat. Namun, pukulan yang dimaksud berupa pukulan kasih sayang. "Usia 7 tahun, orang tua ini bisa mendidik anaknya memperkenalkan solat. Seandainya anak kita masih, maaf, tidak mau, membangkang, itu diperbolehkan dengan dipukul. Dalam arti dipukul ini, ya, pukulan kasih sayang." "Bahkan dalam satu hadis, orang tua ini harus mempersiapkan rotan di rumahnya untuk mendidik anaknya. Tentang kewajiban kita kepada Allah SWT itu perkara salat. Bisa dipukul tangannya, bokongnya, dengan pukulan kasih sayang, tidak usah keras-keras. Jadi mengajari anak tentang hak dan kewajiban," Tak hanya itu, orang tua juga harus mengajarkan anak tentang berbakti kepada orang tua, berkata baik, serta berakhlak baik. Ajarkan pula pendidikan lainnya seperti bermuamalah hingga yang berhubungan dengan hablum minannas serta hablum minallah.

3.      Usia 15 hingga 21

Pada tahapan ketiga, orang tua seharusnya sudah memperlakukan anak sebagai sahabat. Di sini, orang tua tidak boleh bertindak otoriter dan perlu menanamkan nilai musyawarah."Ketika ada masalah, kita duduk bersama, bermusyawarah. Bicara dari hati ke hati, bermahabah, berkasih sayang terhadap anak. Jadi kita bisa bermusyawarah, mendudukkan anak dalam menghadapi masalah," Tahapan ini merupakan tahap di mana usia anak sangat rentan. Jadi, orang tua tidak boleh memaksakan kehendak dan perlu belajar menjadi orang tua yang lebih bijak.

Realita menunjukkan bahwa pola pengasuhan orang tua muslim saat ini belum sepenuhnya telah mempraktekkan pola asuh yang telah diterapkan oleh sahabat sekaligus menantu Rasulullah SAW. Pola pengasuhan orang tua saat ini masih banyak menggunakan pola asuh pada level 7x1 yaitu menjadikan anak sebagai raja padahal usia anaknya melebihi 7 tahun, 14 tahun bahkan ada yang sudah berusia 21 tahun. Keadaan inilah yang membuat para orang tua muslim selalu kalah dengan keinginan anak-anaknya. Anak-anaknya tidak mau mengaji dibiarkan saja, malas mengaji dibiarkan saja, malas sholat dibiarkan saja bahkan orang tua jarang sekali menanyakan anak-anaknya dengan ungkapan sederhana sudahkah kamu sholat nak? Apalagi untuk mengajari anak-anaknya bidang agama akidah, fikih dan akhlak.

 Bagi orang tua mengenalkan Al-Qur’an dan ilmu agama kepada anak adalah tugas penting dan ibadah yang sangat besar nilainya di hadapan Allah swt, berikut adalah beberapa cara yang bisa dilakukan orang tua dalam mengenalkan Al-Qur’an dan ilmu agama kepada anak yaitu :

1.      Memberi Contoh dalam Kehidupan Sehari-hari. Anak cenderung meniru perilaku orang tua, jadi tunjukkan perilaku yang mencerminkan nilai-nilai Islami, seperti shalat tepat waktu, membaca Al-Qur’an, berdoa, dan menjaga sopan santun. Dengan melihat orang tua menjalankan ajaran agama, anak akan lebih mudah memahami dan mengikuti.

2.      Membuat Rutinitas jadwal  Mengaji. Jadikan kegiatan membaca Al-Qur’an sebagai rutinitas harian yang santai, misalnya setelah maghrib atau sebelum tidur. Dengan konsistensi, anak akan terbiasa dan merasa bahwa mengaji adalah bagian dari keseharian.

3.      Memberi Pemahaman tentang Makna dan Nilai Ajaran Agama. Anak-anak akan lebih menghargai ajaran agama jika mereka memahami maknanya. Jelaskan hikmah di balik setiap ibadah atau ajaran, seperti pentingnya berbuat baik, kejujuran, kasih sayang, dan kebersihan.

4.      Melibatkan Guru atau Pembimbing Agama. Jika memungkinkan, ajak anak belajar bersama guru mengaji baik di TPQ atau Lembaga sejenisnya guna membantu anak memahami ajaran agama dengan baik.

5.      Orang tua perlu bersabar dan memberikan dukungan yang konsisten. Pendekatan yang lembut dan penuh kasih sayang dalam memperkenalkan agama akan membuat anak merasa nyaman dan akhirnya tumbuh dengan kecintaan terhadap Al-Qur’an dan agama.

Sinergitas antar lembaga pendidikan

Saat ini memang benar Lembaga formal Pendidikan dari Tingkat TK s/d Perguruan Tinggi telah memasukkan Pelajaran agama sebagai Pelajaran wajib namun dengan alokasi waktu yang sangat terbatas. Memang benar banyaknya Lembaga non-formal keagamaan telah berdiri dengan berbagai jenjangnya seperti TPQ. Diniyah, Majlis Taklim, Rumah Tahfiz dsb yang memang fokus dalam Pendidikan Al-qur’an dan agama islam namun peminatnya atau anak-anak yang mengaji dari tahun ketahun mengalami trend penurunan dikarenakan kecendrungan anak-anak yang begitu besar pada teman bermainnya seperti tontonan di media visual, game dan gadget, ditambah lagi sikap orang tua yang tegaan dan terkesan memanjakan  anak-anaknya dengan dalih anak saya masih kecil, dia sudah capek belajar dan belajar, biarkan dia bermain karena masa anak-anak ya bermain”. Statemen-statemen orang tua tersebut memang bagian dari kasih sayang orang tua kepada anak-anaknya namun jika berlebihan tanpa adanya proporsi yang seimbang bisa menjadi racun yang mematikan dalam pengharapannya terhadap anak sholeh yang di idam-idamkan dimasa yang akan datang. Oleh karena itu, pendidikan agama yang baik dan dengan keteladanan  baik dari orang tua sangat penting dalam membentuk karakter anak sholeh.

Ternyata, kalau kita menelusuri fondasi kehidupan bermasyarakat dan bernegara di Indonesia yang dikelola oleh negara dengan pemerintahnnya ditemukan rumusan, motto, nilai dan esensi dari segenap visi, misi bernegara, visi-misi dari tujuan pendidikan Nasional dengan sadar dan secara sah dimata hukum meletakkan fondasi nilai-nilai agama sebagai pondasi utama seperti bunyi konseptal  Tujuan Pendidikan Nasional yaitu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Di dunia Pendidikan saat ini, Pelajaran agama masih dirasa cukup dengan diberikan pada jam-jam tertentu dan dengan pembiasaan-pembiasaan keseharian. Padahal sesuatu akan semakin dikenal, diketahui, dipahami dan dibiasakan seiring dengan semakin banyaknya anak dirutinkan dengan berbagai kegiatan yang bernilai religius dan karakter.  Disisi lain dunia Pendidikan (sekolah) secara kelembagaan telah berpacu dan berlomba-lomba dalam memprogramkan kegiatan peningkatan skill anak melalui les-les privat dan kegiatan-kegoiatan ekstrakurikuler seperti silat, drumband, gamelan, pramuka dan lain-lainnya dengan pembiayaan yang jelas dari sekolah.

Penyimbangan antara kegiatan agama dan kegiatan umum di sekolah sangat penting karena memiliki beberapa manfaat yang berdampak positif bagi perkembangan anak, baik secara moral, intelektual, maupun sosial. Secara sederhana dapat disodorkan sebuah pertanyaan mengapa pada kegiatan-kegiatan les dan kegiatan ekstrakurikuler sekolah mampu dilaksanakan,? Seharusnya begitu juga untuk program keagamaan untuk dapat diprogramkan dan dilaksanakan.

Lembaga Pendidikan sebagai salah satu elemen yang berfungsi membackup orang tua dalam melakukan pola pengasuhan anak dalam hal pemberian layanan pembelajaran al-qur’an dan penanaman nilai-nilai ajaran agama, sinergitas antara lembaga Pendidikan formal dengan Lembaga Pendidikan non-formal keagamaan seperti TPQ atau sejenisnya mungkin dapat menjadi alternatif solusi pemecahan terhadap kebuntuan dalam pemberian layanan pembelajaran al-quran dan Pendidikan agama bagi anak-anak, karena anak-anak masih sangat taat terhadap aturan sekola terkadang taatnya mengalahkan orang tuanya jika meminta atau menyuruhnya.  Secara teknis sinergitas yang dapat dilakukan oleh sekolah meliputi;

1.      Jalin Kerjasama bidang keagamaan dengan Lembaga TPQ atau sejenisnya yang ada dan berdekatan dengan sekolah.

2.      Jadikan kegiatan TPQ menjadi bagian yang utuh dari kegiatan keagamaan di sekolah dengan control dari dua arah yaitu dari Lembaga TPQ dan Sekolah secara rutin.

3.      Hasil penilaian proses dan hasil dari raport di TPQ menjadi bagian dari hasil terakhir siswa pada bidang agama dan karakter.

4.      Pemberian jasa yang sesuai terhadap Lembaga TPQ melalui dana sekolah seperti BOS atau sumber lainnya. Karena merupakan bagian dari kegiatan peningkatan kualitas anak dibidang agama dan karakter

Dengan penyeimbangan program antara kegiatan agama dan umum di sekolah, siswa akan mendapatkan pendidikan yang komprehensif dan holistik. Keseimbangan ini penting untuk membantu siswa menjadi generasi yang cerdas, berakhlak mulia, dan siap menghadapi tantangan di masa depan.

Sebuah Renungan

Pidato BJ Habibie ketika berpidato di Kairo, beliau berpesan "Saya diberikan kenikmatan oleh Allah ilmu technology sehingga saya bisa membuat pesawat terbang, tapi sekarang saya tahu bahwa ilmu agama itu lebih bermanfaat untuk umat .Kalo saya disuruh memilih antara keduanya maka saya akan memilih ilmu Agama." )

Sepi penghuni...

Istri sudah meninggal... 

Tangan menggigil karena lemah...

Penyakit menggerogoti sejak lama...

Duduk tak enak, berjalan pun tak nyaman... Untunglah seorang kerabat jauh mau tinggal bersama menemani beserta seorang pembantu...

Tiga anak, semuanya sukses... berpendidikan tinggi sampai ke luar negeri...

» Ada yang sekarang berkarir di luar negeri... »

Ada yang bekerja di perusahaan asing dengan posisi tinggi... »

Dan ada pula yang jadi pengusaha ...

Soal Ekonomi, saya angkat dua jempol » semuanya kaya raya...

Namun....
Saat tua seperti ini dia "merasa hampa", ada "pilu mendesak" disudut hatinya..

Tidur tak nyaman...

Dia berjalan memandangi foto-foto masa lalunya ketika masih perkasa & enegik yg penuh kenangan
Di rumah yang besar dia merasa kesepian, tiada suara anak, cucu, hanya detak jam dinding yang berbunyi teratur...

Punggungnya terasa sakit, sesekali air liurnya keluar dari mulutnya....

Dari sudut mata ada air yang menetes.. rindu dikunjungi anak-anak nya

Tapi semua anak nya sibuk dan tinggal jauh di kota atau negara lain...

Ingin pergi ke tempat ibadah namun badan tak mampu berjalan....

Sudah terlanjur melemah...

Begitu lama waktu ini bergerak, tatapannya hampa, jiwanya kosong, hanya gelisah yang menyeruak...

sepanjang waktu .... 

Laki-laki renta itu, barangkali adalah Saya... atau barangkali adalah Anda yang membaca tulisan ini suatu saat nanti_

Hanya menunggu sesuatu yg tak pasti...

yang pasti hanyalah kematian.

Rumah besar tak mampu lagi menyenangkan hatinya..._

Anak sukses tak mampu lagi menyejukkan rumah mewahnya yang ber AC...

Cucu-cucu yang hanya seperti orang asing bila datang..._

Asset-asset produktif yang terus menghasilkan, entah untuk siapa .?

Kira-kira jika malaikat "datang menjemput", akan seperti apakah kematian nya nanti.

Siapa yang akan memandikan ?

Dimana akan dikuburkan ?

Sempatkah anak kesayangan dan menjadi kebanggaannya datang mengurus jenazah dan menguburkan?

Apa amal yang akan dibawa ke akhirat nanti?

Rumah akan di tinggal, asset juga akan di tinggal pula...

Anak-anak entah apakah akan ingat berdoa untuk kita atau tidak ???

Sedang ibadah mereka sendiri saja belum tentu dikerjakan ???

Apa lagi jika anak tak sempat dididik sesuai tuntunan agama???  Ilmu agama hanya sebagai sisipan saja..._
"Kalau lah sempat" menyumbang yang cukup berarti di tempat ibadah, Rumah Yatim, Panti Asuhan atau ke tempat-tempat di jalan Allah yang lainnya...

"Kalau lah sempat" dahulu membeli sayur dan melebihkan uang pada nenek tua yang selalu datang...... 

"Kalau lah sempat" memberikan sandal untuk disumbangkan ke tempat ibadah agar dipakai oleh orang yang memerlukan..... 

"Kalau lah sempat" membelikan buah buat tetangga, kenalan, kerabat, dan handai taulan...

Kalau lah kita tidak kikir kepada sesama, mungkin itu semua akan menjadi "Amal Penolong" nya ...

Kalaulah dahulu anak disiapkan menjadi 'Orang yang shaleh', dan 'Ilmu Agama' nya lebih diutamaka
Ibadah sedekahnya di bimbing/diajarkan & diperhatikan, maka mungkin senantiasa akan 'Terbangun Malam', 'meneteskan air mata' mendoakan orang tuanya

Kalaulah sempat membagi ilmu dengan ikhlas pada orang sehingga bermanfaat bagi sesama...

"Kalaulah Sempat"

Mengapa kalau sempat ?

Mengapa itu semua tidak jadi perhatian utama kita ?  Sungguh kita tidak adil pada diri sendiri.  Kenapa kita tidak lebih serius?

Menyiapkan 'bekal' untuk menghadap-Nya dan 'Mempertanggung Jawabkan kepadaNya?

Jangan terbuai dengan 'Kehidupan Dunia' yang  bisa  melalaikan.....

Kita boleh saja giat berusaha di dunia....tapi jadikan itu untuk bekal kita pada perjalanan panjang & kekal di akhir hidup kita.

Teruslah menjadi  "si penabur  kebajikan" selama hayat masih dikandung badan meski hanya sepotong pesan.

Semoga Bermanfaat...🙏 Prof. Dr. Ing. BJ. Habibie

 

*dikutip dari UNGKAPAN HATI BJ HABIBIE - BKPP Kabupaten Demak Kamis, 7-11.2024 Pkl. 21.00 Wita Adapun versi visualnya : https://web.facebook.com/watch/?v=427413218791970

 

 

 

”barang siapa membiarkan anaknya dalam ketidaktahuan tentang agama, maka seluruh dosa anaknya ditimpakan kepada orang tuanya (Hadist).


Friday, November 1, 2024

Transformasi Digital Pada Layanan Pendidikan dan Pembelajaran (Sebuah Keniscayaan yang Problematik)

Transformasi Digital Pada Layanan Pendidikan dan Pembelajaran

(Sebuah Keniscayaan yang Problematik)

Penulis : Suliadi, S.PdI, M.Si.

Guru MTs. Al-Istiqomah Kapu Lombok Utara

HP. 081907545694

A.    Pendahuluan

Institusi pendidikan merupakan area investasi vital dalam membangun dan membentuk generasi emas Indonesia. Garda terdepan dalam mewujudkan visi tersebut berada pada sosok guru sebagai unsur pokok penggerak pendidikan. Karenanya sosok guru di era digital saat ini harus mampu beradaptasi dan memanfaatkan perkembangan digital guna mewujudkan generasi emas Indonesia yang cerdas, berwawasan global dan berkarakter.

Secara kuantitas berdasarkan data dari Direktorak GTK Madrasah jumlah gurudan pengawas madrasah berjumlah 1.497.448 yang terdiri dari 127,504 Guru PNS (RA, MI, MTs, MA), 617,785 Guru Non-PNS (RA, MI, MTs, MA), 748,755 Guru NonPNS (RA, MI, MTs, MA) dan 3,404 Pengawas PAI dan Madrasah.

Berdasarkan data tersebut dapat disampaikan ketersediaan SDM Pendidikan Madrasah sudah memadai yang siap dikelola dengan baik guna perbaikan wajah Pendidikan Madrasah di Indonesia.

 

Hasil Survei Pustekkom tentang Guru di Indonesia di bidang teknologi informasi terdapat 60% guru masih gagap teknologi Informasi. 2 Walapun data tersebut bersifat umum (guru Kemenag-Guru Dikbud), setidaknya dapat menggambarkan kapasitas guru Indonesia yang harus segera dibenahi dan dituntaskan.

Salah satu program dari 4 (empat) program unggulan3 pemerintah melalui direktorat GTK dalam mengelola SDM Guru Madrasah adalah peningkatan kapasitas literasi digital bagi guru Madrasah. Melek teknologi menjadi keniscayaan bagi guru untuk mendukung efektivitas dan efisiensi pada proses pembelajaran, karena teknologi telah menjadi pendukung pembelajaran.

Transformasi digital menjadi peluang di Madrasah karena memungkinkan perubahan wajah pendidikan Madrasah Indonesia dalam transformasi pengetahuan, berdimensi global dan berkarakter. Kurangnya fasilitas digital, dan kapasitas guru menjadi tantangan bagi madrasah. Fokus pembahasan pada tulisan ini hanya menguraikan realita guru Madrasah dalam menghadapi transformasi digital dalam proses pembelajaran salah satunya yang dilakoni oleh penulis sendiri.

B.     Pembahasan

1.      Perubahan Paradigma Guru

Paradigma pembelajaran disebut sebagai cara pandang seseorang terhadap masalah-masalah pembelajaran yang terjadi di madrasah. Sebab pembelajaran adalah kristalisasi nilai-nilai kehidupan atau proses pembudayaan, sebagai bekal dalam menjawab tantangan kehidupan dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan, keterampilan, dan attitude sebagai unsur prinsipil di Madrasah.

Perubahan paradigma pada guru cenderung menimbulkan krisis yang menuntut terjadinya revolusi profesionalitas guru yang melahirkan paradigma baru yang paradoks dengan paradigma lama guru yang setidaknya dapat dipetakan sebagai berikut:

Paradigma lama Guru

(konvensional)

Paradigma Baru Guru

(Modern)

 

Perilaku guru yang didalamnya ada transmiter pengetahuan, sumber pengetahuan, berorientasi pada kurikulum, komunikasi interaksi, mekanistik, dan fokus kelas

Perilaku guru mengajar (fasilitator, motivator, mediator, panutan dan konsultan, berorientasi pada pelajar, komunikasi transaksional, lebih variative, dan fokus masyarakat)

Perilaku pelajar dimana menerima secara pasif, kompetitif (individual), taat prosedur, berbasis fakta, dan pengulangan dan latihan

Perilaku pelajar dimana konstruktif dan partisipatif, kolaboratif penemu dan penciptaan, berbasis masalah atau proyek, dan perancangan dan penyelidikan.

Evaluasi berorientasi pada hasil, penilaian secara normative, dan kognitif asas rendah (hafalan danrecall, konvergen).

Assessment: berorientasi pada proses, unjuk kerja yang konfrehensif dan kognitif tingkat tinggi (berpikirkritisdan kreatif serta divergen)

 

Guru di madrasah sampai sekarang masih banyak menggunakan paradigma lama tradisional-manual, sementara peserta didiknya sudah terbiasa dengan produk kontemporer modern-online. Akibatnya, para peserta didik berbeda secara radikal dengan para guru, karena banyak terjadi ketidaksesuaian.

Fenomena ini tentu memberikan pemahaman bahwa eksistensi guru dari satu sisi akan mengalami ancaman, karena guru akan kehilangan dedikasi dan ditinggalkan peserta didiknya. Namun disisi lain guru justru banyak sekali mendapat peluang apabila mampu meningkatkan profesionalitas, kapasitas dan kapabilitasnya diera digital ini.

Guru dapat menjadi jembatan revolusi Pendidikan di Madrasah dengan cara memanfaatkan transformasi digital dalam pembelajaran oleh guru sebagai wujud dedikasi dan profesionalitasnya yang merupakan sebuah keniscayaan yang bersifat vital dan segera. Dalam transformasi digital, setidaknya ada 3 (tiga) yang harus dilakukan guru dalam pembelajaran, yaitu: (a) pembelajaran yang memusatkan pada konstruksi pencarian dan penemuan, (b) pembelajaran yang menekankan pada kreativitas dan inisiatif, dan (c) pembelajaran yang menekankan pada interaksi, Kerjasama dan berpikir kritis.

2.      Tantangan dan Solusi dalam Transformasi Digital Madrasah

Menurut Penulis, Salah satu tantangan inplementasi digital di Madrasah adalah belum terwujudnya inovasi pembelajaran yang dilakukan oleh guru secara maksimal dengan memanfaatkan sarana teknologi digital yang berkembang pesat. Karena memang guru diharapkan dapat berperan nyata dalam meningkatkan mutu pembelajaran, sedangkan peserta didik yang dihadapi guru saat ini merupakan generasi yang tidak asing lagi dengan dunia digital. Hal ini menunjukkan bahwa sebagai garda terdepan dalam dunia pendidikan, guru harus meng-upgrade kapasitas dirinya agar benar-benar siap dalam menghadapi era pendidikan berbasis digital saat ini.

Kondisi guru saat ini belum seluruhnya siap untuk mendukung harapan tersebut. Madrasah-madrasah saat ini masih terdapat banyak guru yang gagap teknologi dan masih enggan membelajarkan dirinya untuk mengikuti kemajuan teknologi sehingga platform belajar digital, sumber belajar, media belajar digital yang membanjiri dunia maya belum secara optimal dapat dimanfaatkan oleh para guru.

Menjawab tantangan di Madrasah, kesiapan guru menjadi point utama dalam menyiapkan generasi yang mampu bertahan dalam kompetisi global. Menyiapkan guru yang responsive, adaptif dan handal untuk menghadapi globalisasi dapat dilakukan dengan;

a.       Memanfaatkan organisasi komunitas guru Madrasah secara maksimal dalam rangka sharing praktek baik dan peningkatan kemampuan digital antar sesame guru.

b.      Memberikan pengetahuan kepada seluruh guru untuk mampu memanfaatkan teknologi dalam pembelajaran.

c.       Memberikan pelatihan, pendampingan, dan evaluasi secara kontinyu pada guru untuk mewujudkan pendidik responsive, handal, dan adaptif.

d.      Menyiapkan guru untuk dapat menciptakan pembelajaran yang inovatif, sehingga dapat memberikan kesempatan pada anak untuk kreatif.

 C.     Kesimpulan

Guru sebagai pemegang kendali penuh atas iklim pendidikan di era digital hendaknya menjadi jembatan revolusi di Madrasah minimal sebagai motivator, yang menggerakkan peserta didik untuk selalu dapat mengambil manfaat positif dari kemajuan teknologi tentunya berawal dari kemauan dan kesadaran diri untuk bergerak maju “ibda’ binafsik.

Peningkatan profesionalitas guru dibidang digitalisasi Pendidikan dapat diwujudkan dengan berkolaborasi antara pemerintah, madrasah, Industri Teknologi, dan Masyarakat dalam mewujudkan transformasi digital di madrasah yang paripurna. Wallahu a’lam

Ajarilah anak-anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup di zaman mereka bukan pada zamanmu.

(Al-Hadist)