This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Thursday, November 7, 2024

Alquran diidamkan Al-Qur'an diabaikan

 

Oleh: Ust. Suliadi, S.Pd.I, M.SI

Keheningan malam berakhir ditandai dengan kokokan Ayam yang bersahutan di waktu fajar, menandakan waktu shubuh akan tiba, sambil melawan ngantuk dengan kelopak mata yang masih berat untuk melihat indahnya dunia di pagi hari seorang mukmin bangun dari dipan tidurnya yang sederhana seraya mengucapkan do’a bangun tidur Alhamduliilahillazi ahyan ba’da amatana wailahinnushur (segala puji bagi allah yang telah menghidupkan kami sesudah mati kami dan kepada-Nyalah kebangkitan hari kiamat). Selepas do’a dipanjatkan semangat bangun pagipun bergelora, Ia segera bergegas mempersiapkan diri untuk memenuhi panggilan Ilahi sebagai wujud ketaatan dan kepatuhannya kepada sang pencipta. Disaat yang berbarengan sayup-sayup suara azan shubuhpun berkumandang saling bersahutan antara satu masjid atau mushola yang ada disekitar tempat tinggalnya.

            Melewati jalan dusun yang beraspal dengan penerangan yang seadannya suasana remang-remangpun terasa, Ia dengan berjalan kaki menuju kemushola guna melaksanakan sholat berjamaah karena memang sholat berjamaah memiliki kelebihan 27 derajat jika dibandingkan sholat sendiri semoga kita selalu dikuatkan untuk melaksanakannya.

Sholat shubuh berjamaah saat itu hanya diikuti oleh 7 (tujuh) orang jamaah pria dengan rata-rata usia 50-an keatas. Seusai sholat shubuh berjamaah mereka berdiskusi ringan sambil menunggu terbitnya matahari.  Celetukan awal diawali oleh seorang jamaah Ia bergumam “ aku bersyukur cucuku yang sekarang kelas 6 sudah bisa membaca Al-qur’an karena mengaji di TPQ dekat rumah”. Agar ada yang mengirimkan kita do’a atau bacaan Al-qur’an. Ia ditimpali oleh jamaah yang lainnya  dengan ucapan “ Saya sebenarnya menginginkan anak saya masuk pondok pesantren agar dapat mengaji dan bisa hukum agama seperti sholat ini yang utama, namun sayang anakku takut karena belum bisa mngaji dan tidak betah tinggal dipondok. Kegelisahan jamaah itu ternyata diaminkan juga oleh seorang jmaaah yang Ia pensiunan PNS dan Juga pernah menjadi kepala sekolah SD Ia mengatakan “zaman ini kalau anak sudah tamat SD dan si anak belum bisa baca Al-qur’an, rasanya sulit dia akan bisa baca Al-quran selanjutnya karena sudah memiliki lingkungan pergaulan yang berbeda orang tua kadang-kadang di lawan” sambil dia menyebutkan nama anak-anak yang belum bisa membaca al-qur’an sebagai contohnya. Jamaah yang lainpun menguatkan dengan ungkapan “ begini keadaan anak-cucu kita saat ini jauh berbeda dengan kita dahulu setiap magrib pergi mengaji di brugak-brugak (gazebo) coba kita lihat di dusun kita ini yang penduduknya padat banyak para alumni pesantren namun yang mengajari anak-anak mengaji hanya di 2 (dua) tempat sambil menyebutkan nama pengajar di dua TPQ tersebut, sungguh kita khawatir dengan generasi muda Islam selanjunnya, berIslam tapi tidak mengetahui ajarannya, BerIslam namun tidak bisa membaca Al-qur’an apalagi dapat memahami dan melaksanakan ajaran-ajaran Al-qur’an yang mulia ini.

Sekelumit, dialog santai di musholla kecil nan sederhana dari 7 jamaah yang berusia lanjut sesudah sholat shubuh itu ternyata bukan curhat biasa, yang hanya merupakan kegelisahan mereka saja ternyata bukan begitu, melainkan merupakan harapan sekaligus kegelisahan semua orang tua muslim yang menginginkan anak-cucunya selalu dekat dengan agama dan Al-qur’an sebagaimana do’a para Nabi (Rabbi habli minassholihin ; “ Ya Allah anugrahkanlah aku anak-cucu yang sholeh”).

Anak sholeh adalah anak yang memiliki akhlak yang baik, taat kepada agama, dan memiliki keimanan yang kuat. Mereka adalah anak-anak yang senantiasa berusaha untuk mengikuti ajaran agama dengan sepenuh hati. Mereka beribadah dengan sungguh-sungguh, menjaga adab dalam berinteraksi dengan sesama, dan selalu berusaha untuk meningkatkan kualitas diri mereka sebagai hamba Allah.

Anak sholeh adalah idaman semua orang tua, namun menjadi anak sholeh bukanlah hal yang mudah. dalam menghadapi godaan dunia yang semakin kompleks dan penuh dengan distraksi, para orang tua kerap kali terjebak kepada dikotomi pemenuhan pendidikan bagi anak-anaknya tanpa penyimbangan yang selaras dan sesuai kebutuhan guna mewujudkan harapan orang tua, hal ini dapat terlihat pada;

-          Seberapa banyak Orang tua sangat gelisah disaat anak-anaknya terlambat pergi les privat, mengikuti kegiatan pengembangan bakat dan minat anak namun seberapa banyak pula orang tua yang risau dan gelisah disaat anak-anaknya tidak pergi mengaji ke Lembaga TPQ atau tempat pengajian lainnya.

-          Seberapa banyak orang tua gelisah dan bahkan malu melihat anak-anak tidak berprestasi namun seberapa banyak pula orang tua yang risau dan gelisah disaat anak-anaknya belum mengetahui adab dan ajaran dasar agamanya.

-          Seberapa banyak orang tua yang rela dan sudi merogoh kantong lebih demi anak-anaknya dapat berkreasi dan pengembangan bakat serta minat anak-anaknya pada kegiatan ekstrakurikuler, ;ife skill namun seberapa banyak juga orang tua yang rela membantu dan rela merogok kantongnya untuk kelencaran kegiatan mengaji anak-anaknya.

-          Seberapa banyak orang tua yang tidak tegaan melihat anak-anaknya bekerja keras, disiplin dan belajar mandiri dibandingkan dengan seberapa banyak orang tua yang meninabobokkan anak-anaknya dalam kenikmatan dan perilaku instan generasi rebahan (gen-Z).

Kerap kali para orang tua saat ini merasa sudah berhasil dan sukses Ketika melihat anak-anaknya berprestasi, pandai dan macho, walaupun anak-anaknya tidak bisa membaca al-qur’an, tidak memahami agama dan selalu sering melalaikan kewajiban sholat lima waktu umpamanya. Kondisi seperti ini mencerminkan adanya disparetas kepentingan dan tujuan dalam mendidik anak. Kondisi inilah yang dapat disematkan sebagai Al-qur’an diidamkan-Al-qur’an ditinggalkan. Karena Rasulullah saw bersabda yang artinya ”barang siapa membiarkan anaknya dalam ketidaktahuan tentang agama, maka seluruh dosa anaknya ditimpakan kepada orang tuanya (dikutip dari kitab Hadis tanqihul Qaul. hal.5).

Kesadaran Ortu adalah kunci

Orang tua akan sengat bangga melihat anak-anaknya selain jago matematimatika tapi juga jago dalam mengaji, orang tua akan merasa bahagia disaat anak-anaknya berprestasi disekolah dan juga berpresatsi dalam bearagama. Orang tua sangat terharu dalam suka cita disaat anak-anaknya berilmu dan juga beradab. Kesadaran orang tua secara mandiri sangat dibutuhkan dalam mengawal Pendidikan anak-anaknya dengan mulai menyeimbangkan layanan pendidikan baik umum dan agama kepada anak-anaknya. Kontrol segala kegiatan anak  baik belajar dan bermain. Berlaku tegas dan berikan tauladan yang baik kepada anak-anak kita karena orang tuanyalah figur utama mereka yang pertama kali mereka kenal.

Pola pengasuhan anak yang sesuai dengan umur anak ternyata sudah dituangkan oleh sayyidina Ali RA yang perlu dilaksanakan oleh para orang tua muslim yang dikenal dengan pola parenting 7x3 ala Ali bin Abi Thalib sesuai tahapan usia.

1.      Usia 0-7 tahun

Pada usia 0 sampai 7 tahun, orang tua baiknya menganggap anak sebagai raja. Artinya, seluruh pendidikan agama anak masih di bawah tanggung jawab orang tua (ayah-ibu). "Dalam arti, semua pendidikan agamanya, umumnya, yang bertanggung jawab adalah oleh orang tua terutama ibunya. Karena madrasah utama adalah seorang ibu," Di usia ini Ibu dan Ayah perlu mengajarkan anak-anak tentang kebesaran Allah serta kecintaan kepada Rasulullah. Dengan catatan, Bunda dan Ayah perlu menjadi teladan bagi mereka."Jadi kita manjakan anak kita, kita berikan pendidikan sesuai dengan syariat kita, yaitu agama Islam. Kita berikan suri tauladan yang baik, tidak hanya sekadar memerintah kepada anak, tetapi orang tuanya dijadikan sebagai suri tauladan.

2.      Usia 8-14 tahun

Di tahapan usia selanjutnya yakni 8 hingga 14 tahun, Ibu dan ayah perlu mengajarkan anak tentang hak dan kewajibannya dalam agama. Hal yang paling penting adalah salat.bahkan orang tua boleh memukul anak jika mereka tidak mau salat. Namun, pukulan yang dimaksud berupa pukulan kasih sayang. "Usia 7 tahun, orang tua ini bisa mendidik anaknya memperkenalkan solat. Seandainya anak kita masih, maaf, tidak mau, membangkang, itu diperbolehkan dengan dipukul. Dalam arti dipukul ini, ya, pukulan kasih sayang." "Bahkan dalam satu hadis, orang tua ini harus mempersiapkan rotan di rumahnya untuk mendidik anaknya. Tentang kewajiban kita kepada Allah SWT itu perkara salat. Bisa dipukul tangannya, bokongnya, dengan pukulan kasih sayang, tidak usah keras-keras. Jadi mengajari anak tentang hak dan kewajiban," Tak hanya itu, orang tua juga harus mengajarkan anak tentang berbakti kepada orang tua, berkata baik, serta berakhlak baik. Ajarkan pula pendidikan lainnya seperti bermuamalah hingga yang berhubungan dengan hablum minannas serta hablum minallah.

3.      Usia 15 hingga 21

Pada tahapan ketiga, orang tua seharusnya sudah memperlakukan anak sebagai sahabat. Di sini, orang tua tidak boleh bertindak otoriter dan perlu menanamkan nilai musyawarah."Ketika ada masalah, kita duduk bersama, bermusyawarah. Bicara dari hati ke hati, bermahabah, berkasih sayang terhadap anak. Jadi kita bisa bermusyawarah, mendudukkan anak dalam menghadapi masalah," Tahapan ini merupakan tahap di mana usia anak sangat rentan. Jadi, orang tua tidak boleh memaksakan kehendak dan perlu belajar menjadi orang tua yang lebih bijak.

Realita menunjukkan bahwa pola pengasuhan orang tua muslim saat ini belum sepenuhnya telah mempraktekkan pola asuh yang telah diterapkan oleh sahabat sekaligus menantu Rasulullah SAW. Pola pengasuhan orang tua saat ini masih banyak menggunakan pola asuh pada level 7x1 yaitu menjadikan anak sebagai raja padahal usia anaknya melebihi 7 tahun, 14 tahun bahkan ada yang sudah berusia 21 tahun. Keadaan inilah yang membuat para orang tua muslim selalu kalah dengan keinginan anak-anaknya. Anak-anaknya tidak mau mengaji dibiarkan saja, malas mengaji dibiarkan saja, malas sholat dibiarkan saja bahkan orang tua jarang sekali menanyakan anak-anaknya dengan ungkapan sederhana sudahkah kamu sholat nak? Apalagi untuk mengajari anak-anaknya bidang agama akidah, fikih dan akhlak.

 Bagi orang tua mengenalkan Al-Qur’an dan ilmu agama kepada anak adalah tugas penting dan ibadah yang sangat besar nilainya di hadapan Allah swt, berikut adalah beberapa cara yang bisa dilakukan orang tua dalam mengenalkan Al-Qur’an dan ilmu agama kepada anak yaitu :

1.      Memberi Contoh dalam Kehidupan Sehari-hari. Anak cenderung meniru perilaku orang tua, jadi tunjukkan perilaku yang mencerminkan nilai-nilai Islami, seperti shalat tepat waktu, membaca Al-Qur’an, berdoa, dan menjaga sopan santun. Dengan melihat orang tua menjalankan ajaran agama, anak akan lebih mudah memahami dan mengikuti.

2.      Membuat Rutinitas jadwal  Mengaji. Jadikan kegiatan membaca Al-Qur’an sebagai rutinitas harian yang santai, misalnya setelah maghrib atau sebelum tidur. Dengan konsistensi, anak akan terbiasa dan merasa bahwa mengaji adalah bagian dari keseharian.

3.      Memberi Pemahaman tentang Makna dan Nilai Ajaran Agama. Anak-anak akan lebih menghargai ajaran agama jika mereka memahami maknanya. Jelaskan hikmah di balik setiap ibadah atau ajaran, seperti pentingnya berbuat baik, kejujuran, kasih sayang, dan kebersihan.

4.      Melibatkan Guru atau Pembimbing Agama. Jika memungkinkan, ajak anak belajar bersama guru mengaji baik di TPQ atau Lembaga sejenisnya guna membantu anak memahami ajaran agama dengan baik.

5.      Orang tua perlu bersabar dan memberikan dukungan yang konsisten. Pendekatan yang lembut dan penuh kasih sayang dalam memperkenalkan agama akan membuat anak merasa nyaman dan akhirnya tumbuh dengan kecintaan terhadap Al-Qur’an dan agama.

Sinergitas antar lembaga pendidikan

Saat ini memang benar Lembaga formal Pendidikan dari Tingkat TK s/d Perguruan Tinggi telah memasukkan Pelajaran agama sebagai Pelajaran wajib namun dengan alokasi waktu yang sangat terbatas. Memang benar banyaknya Lembaga non-formal keagamaan telah berdiri dengan berbagai jenjangnya seperti TPQ. Diniyah, Majlis Taklim, Rumah Tahfiz dsb yang memang fokus dalam Pendidikan Al-qur’an dan agama islam namun peminatnya atau anak-anak yang mengaji dari tahun ketahun mengalami trend penurunan dikarenakan kecendrungan anak-anak yang begitu besar pada teman bermainnya seperti tontonan di media visual, game dan gadget, ditambah lagi sikap orang tua yang tegaan dan terkesan memanjakan  anak-anaknya dengan dalih anak saya masih kecil, dia sudah capek belajar dan belajar, biarkan dia bermain karena masa anak-anak ya bermain”. Statemen-statemen orang tua tersebut memang bagian dari kasih sayang orang tua kepada anak-anaknya namun jika berlebihan tanpa adanya proporsi yang seimbang bisa menjadi racun yang mematikan dalam pengharapannya terhadap anak sholeh yang di idam-idamkan dimasa yang akan datang. Oleh karena itu, pendidikan agama yang baik dan dengan keteladanan  baik dari orang tua sangat penting dalam membentuk karakter anak sholeh.

Ternyata, kalau kita menelusuri fondasi kehidupan bermasyarakat dan bernegara di Indonesia yang dikelola oleh negara dengan pemerintahnnya ditemukan rumusan, motto, nilai dan esensi dari segenap visi, misi bernegara, visi-misi dari tujuan pendidikan Nasional dengan sadar dan secara sah dimata hukum meletakkan fondasi nilai-nilai agama sebagai pondasi utama seperti bunyi konseptal  Tujuan Pendidikan Nasional yaitu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Di dunia Pendidikan saat ini, Pelajaran agama masih dirasa cukup dengan diberikan pada jam-jam tertentu dan dengan pembiasaan-pembiasaan keseharian. Padahal sesuatu akan semakin dikenal, diketahui, dipahami dan dibiasakan seiring dengan semakin banyaknya anak dirutinkan dengan berbagai kegiatan yang bernilai religius dan karakter.  Disisi lain dunia Pendidikan (sekolah) secara kelembagaan telah berpacu dan berlomba-lomba dalam memprogramkan kegiatan peningkatan skill anak melalui les-les privat dan kegiatan-kegoiatan ekstrakurikuler seperti silat, drumband, gamelan, pramuka dan lain-lainnya dengan pembiayaan yang jelas dari sekolah.

Penyimbangan antara kegiatan agama dan kegiatan umum di sekolah sangat penting karena memiliki beberapa manfaat yang berdampak positif bagi perkembangan anak, baik secara moral, intelektual, maupun sosial. Secara sederhana dapat disodorkan sebuah pertanyaan mengapa pada kegiatan-kegiatan les dan kegiatan ekstrakurikuler sekolah mampu dilaksanakan,? Seharusnya begitu juga untuk program keagamaan untuk dapat diprogramkan dan dilaksanakan.

Lembaga Pendidikan sebagai salah satu elemen yang berfungsi membackup orang tua dalam melakukan pola pengasuhan anak dalam hal pemberian layanan pembelajaran al-qur’an dan penanaman nilai-nilai ajaran agama, sinergitas antara lembaga Pendidikan formal dengan Lembaga Pendidikan non-formal keagamaan seperti TPQ atau sejenisnya mungkin dapat menjadi alternatif solusi pemecahan terhadap kebuntuan dalam pemberian layanan pembelajaran al-quran dan Pendidikan agama bagi anak-anak, karena anak-anak masih sangat taat terhadap aturan sekola terkadang taatnya mengalahkan orang tuanya jika meminta atau menyuruhnya.  Secara teknis sinergitas yang dapat dilakukan oleh sekolah meliputi;

1.      Jalin Kerjasama bidang keagamaan dengan Lembaga TPQ atau sejenisnya yang ada dan berdekatan dengan sekolah.

2.      Jadikan kegiatan TPQ menjadi bagian yang utuh dari kegiatan keagamaan di sekolah dengan control dari dua arah yaitu dari Lembaga TPQ dan Sekolah secara rutin.

3.      Hasil penilaian proses dan hasil dari raport di TPQ menjadi bagian dari hasil terakhir siswa pada bidang agama dan karakter.

4.      Pemberian jasa yang sesuai terhadap Lembaga TPQ melalui dana sekolah seperti BOS atau sumber lainnya. Karena merupakan bagian dari kegiatan peningkatan kualitas anak dibidang agama dan karakter

Dengan penyeimbangan program antara kegiatan agama dan umum di sekolah, siswa akan mendapatkan pendidikan yang komprehensif dan holistik. Keseimbangan ini penting untuk membantu siswa menjadi generasi yang cerdas, berakhlak mulia, dan siap menghadapi tantangan di masa depan.

Sebuah Renungan

Pidato BJ Habibie ketika berpidato di Kairo, beliau berpesan "Saya diberikan kenikmatan oleh Allah ilmu technology sehingga saya bisa membuat pesawat terbang, tapi sekarang saya tahu bahwa ilmu agama itu lebih bermanfaat untuk umat .Kalo saya disuruh memilih antara keduanya maka saya akan memilih ilmu Agama." )

Sepi penghuni...

Istri sudah meninggal... 

Tangan menggigil karena lemah...

Penyakit menggerogoti sejak lama...

Duduk tak enak, berjalan pun tak nyaman... Untunglah seorang kerabat jauh mau tinggal bersama menemani beserta seorang pembantu...

Tiga anak, semuanya sukses... berpendidikan tinggi sampai ke luar negeri...

» Ada yang sekarang berkarir di luar negeri... »

Ada yang bekerja di perusahaan asing dengan posisi tinggi... »

Dan ada pula yang jadi pengusaha ...

Soal Ekonomi, saya angkat dua jempol » semuanya kaya raya...

Namun....
Saat tua seperti ini dia "merasa hampa", ada "pilu mendesak" disudut hatinya..

Tidur tak nyaman...

Dia berjalan memandangi foto-foto masa lalunya ketika masih perkasa & enegik yg penuh kenangan
Di rumah yang besar dia merasa kesepian, tiada suara anak, cucu, hanya detak jam dinding yang berbunyi teratur...

Punggungnya terasa sakit, sesekali air liurnya keluar dari mulutnya....

Dari sudut mata ada air yang menetes.. rindu dikunjungi anak-anak nya

Tapi semua anak nya sibuk dan tinggal jauh di kota atau negara lain...

Ingin pergi ke tempat ibadah namun badan tak mampu berjalan....

Sudah terlanjur melemah...

Begitu lama waktu ini bergerak, tatapannya hampa, jiwanya kosong, hanya gelisah yang menyeruak...

sepanjang waktu .... 

Laki-laki renta itu, barangkali adalah Saya... atau barangkali adalah Anda yang membaca tulisan ini suatu saat nanti_

Hanya menunggu sesuatu yg tak pasti...

yang pasti hanyalah kematian.

Rumah besar tak mampu lagi menyenangkan hatinya..._

Anak sukses tak mampu lagi menyejukkan rumah mewahnya yang ber AC...

Cucu-cucu yang hanya seperti orang asing bila datang..._

Asset-asset produktif yang terus menghasilkan, entah untuk siapa .?

Kira-kira jika malaikat "datang menjemput", akan seperti apakah kematian nya nanti.

Siapa yang akan memandikan ?

Dimana akan dikuburkan ?

Sempatkah anak kesayangan dan menjadi kebanggaannya datang mengurus jenazah dan menguburkan?

Apa amal yang akan dibawa ke akhirat nanti?

Rumah akan di tinggal, asset juga akan di tinggal pula...

Anak-anak entah apakah akan ingat berdoa untuk kita atau tidak ???

Sedang ibadah mereka sendiri saja belum tentu dikerjakan ???

Apa lagi jika anak tak sempat dididik sesuai tuntunan agama???  Ilmu agama hanya sebagai sisipan saja..._
"Kalau lah sempat" menyumbang yang cukup berarti di tempat ibadah, Rumah Yatim, Panti Asuhan atau ke tempat-tempat di jalan Allah yang lainnya...

"Kalau lah sempat" dahulu membeli sayur dan melebihkan uang pada nenek tua yang selalu datang...... 

"Kalau lah sempat" memberikan sandal untuk disumbangkan ke tempat ibadah agar dipakai oleh orang yang memerlukan..... 

"Kalau lah sempat" membelikan buah buat tetangga, kenalan, kerabat, dan handai taulan...

Kalau lah kita tidak kikir kepada sesama, mungkin itu semua akan menjadi "Amal Penolong" nya ...

Kalaulah dahulu anak disiapkan menjadi 'Orang yang shaleh', dan 'Ilmu Agama' nya lebih diutamaka
Ibadah sedekahnya di bimbing/diajarkan & diperhatikan, maka mungkin senantiasa akan 'Terbangun Malam', 'meneteskan air mata' mendoakan orang tuanya

Kalaulah sempat membagi ilmu dengan ikhlas pada orang sehingga bermanfaat bagi sesama...

"Kalaulah Sempat"

Mengapa kalau sempat ?

Mengapa itu semua tidak jadi perhatian utama kita ?  Sungguh kita tidak adil pada diri sendiri.  Kenapa kita tidak lebih serius?

Menyiapkan 'bekal' untuk menghadap-Nya dan 'Mempertanggung Jawabkan kepadaNya?

Jangan terbuai dengan 'Kehidupan Dunia' yang  bisa  melalaikan.....

Kita boleh saja giat berusaha di dunia....tapi jadikan itu untuk bekal kita pada perjalanan panjang & kekal di akhir hidup kita.

Teruslah menjadi  "si penabur  kebajikan" selama hayat masih dikandung badan meski hanya sepotong pesan.

Semoga Bermanfaat...🙏 Prof. Dr. Ing. BJ. Habibie

 

*dikutip dari UNGKAPAN HATI BJ HABIBIE - BKPP Kabupaten Demak Kamis, 7-11.2024 Pkl. 21.00 Wita Adapun versi visualnya : https://web.facebook.com/watch/?v=427413218791970

 

 

 

”barang siapa membiarkan anaknya dalam ketidaktahuan tentang agama, maka seluruh dosa anaknya ditimpakan kepada orang tuanya (Hadist).